suku Tonsea |
Jika ditanyakan orang setiap kali berkenalan, pertanyaan kedua atau ketiganya pasti "kamu orang mana?" atau "asal kamu darimana ?". Terkadang orang bingung melihat wajah saya yang agak oriental + bule sedikit (pede abis) tetapi bisa berbaur baik dengan yang lainnya. Ketika saya bilang "saya orang Manado pak/bu.." maka orang lain akan langsung mengerti. Tetapi sebenarnya jika ditelaah lebih jauh lagi, suku Manado lebih luas dan terdapat suku-suku lainnya, sehingga lebih tepatnya jika dilihat dari susunan keluarga dan asal usul keluarga saya berasal dari suku Tonsea.
Suku Tonsea, adalah salah salah satu sub-suku Minahasa yang
berada di provinsi Sulawesi Utara. Daerah pemukiman suku Tonsea ini
berada di kabupaten Minahasa Utara meliputi daerah semenanjung Sulawesi,
kota Bitung, Airmadidi, Kauditan, Kema, kota Bitung, Tatelu, Talawaan
dan Likupang Timur. Populasi suku Tonsea diperkirakan lebih dari 90.000
orang pada sensus tahun 1989.
Suku Tonsea berasal dari pakasa'an Tountewoh, yang merupakan anak suku
Minahasa. Orang Tonsea berbicara menggunakan bahasa Tonsea. Bahasa
Tonsea merupakan salah satu dialek bahasa Minahasa.
Bahasa Tonsea sendiri memiliki beberapa dialek, yaitu:
- dialek Maumbi
- dialek Airmadidi
- dialek Likupang
- dialek Kauditan
- dialek Klabat
- dialek Bitung
Waruga tempat bersejarah di Airmadidi |
Dialek-dialek di atas, tidaklah terlalu berbeda jauh, karena setiap
pemakai dialek yang berbeda wilayah bisa saling berkomunikasi dengan
baik menggunakan dialeknya masing-masing, apabila bertemu.
Pada masa sekarang ini, bahasa Tonsea sendiri mengalami penurunan dalam
jumlah penuturnya, akibat dominasi dari bahasa Melayu Manado yang
cenderung semakin dipakai oleh golongan generasi muda suku Tonsea.
Silsilah Dotulong:
Mayoritas suku Tonsea adalah pemeluk agama Kristen. Agama Kristen tumbuh
dengan kuat dalam kehidupan masyarakat suku Tonsea, terlihat dari
banyaknya bangunan gereja yang berdiri di setiap pemukiman masyarakat
suku Tonsea. Mereka sering mengadakan kegiatan di gereja. Kegiatan
gereja adalah sangat penting bagi kehidupan mereka.
Masyarakat suku Tonsea, pada umumnya berprofesi sebagai petani. Mereka
menanam beberapa jenis sayuran, termasuk jagung, beberapa jenis
buah-buahan. Selain itu mereka juga menanam tanaman keras seperti
cengkeh. Pada bidang profesi lain, orang Tonsea berprofesi sebagai
pedagang, guru, pegawai negeri dan di sektor-sektor swasta. Saat ini
banyak orang Tonsea yang merantau ke daerah lain, seperti Manado,
Makasar atau ke pulau-pulau lain, seperti Papua, Maluku, Sumatra, Jawa
dan Kalimantan.
Antara Tonsea dan Minahasa
Minahasa
merupakan salah satu daerah yang terletak di Sulawesi Utara. Minahasa ini
merupakan sebuah etnis yang memiliki banyak sub-etnisnya. Di tanah Minahasa ini,
terdapat berbagai macam kebudayaan, suku, dan adat yang saling berdampingan.
Selain itu, tanah Minahasa juga memiliki berbagai macam kaum yang satu sama
lain saling berhubungan.
Salah
satu kaum di Minahasa adalah kaum pendatang. Kaum pendatang di tanah Minahasa
ini terbagi menjadi beberapa bagian. Sebut saja Kaum Kuritis. Kaum ini memiliki
ciri fisik berambut keriting. Kaum lainnya adalah Kaum Lawangirung yang berarti
berhidung pesek.
Kaum
Minahasa sendiri menurunkan beberapa suku seperti Tonsea, Tombulu, Tompakewa,
Tolour, Bantenan Pasan dan Ratahan, Tonsawang, dan Suku Bantik yang masuk di
tanah Minahasa sekitar tahun 1590. Suku-suku yang menjadi bagian dari Minahasa
ini menjadi ciri bahwa Minahasa memang memiliki banyak kebudayaan beragam.
Pada
awalnya, suku-suku di tanah Minahasa ini berdampingan tanpa adanya
perselisihan. Dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh semua daerah di tanah
Minahasa tersebut, maka seluruh masyarakat dan suku-suku di Minahasa terbentuk
tanpa adanya sistem kerajaan seperti di wilayah lainnya. Hingga pada suatu
saat, para Tetua di Minahasa menginginkan sistem kerajaan terbentuk di
Minahasa. Hal ini berjalan dengan sistem yang otoriter dan membuat banyak
masyarakat Minahasa dipekerjakan secara paksa.
Dengan
sistem pemerintahan Minahasa yang menjadi otoriter tersebut, maka timbullah
perlawanan dari masyarakat dan semua suku-suku di Minahasa. Perlawanan ini
akhirnya menimbulkan peperangan yang menimbulkan tatanan kehidupan masyarakat
di Minahasa tidak menentu. Hal ini kemudian memunculkan golongan Tonaas yang
merasa perlu adanya sebuah tindakan untuk membereskan hal-hal tersebut.
Golongan
Tonaas akhirnya mengupayakan sebuah permusyawarahan antarsemua golongan, kaum,
dan juga suku-suku di Minahasa. Musayawarah ini akhirnya diikuti oleh semua
kalangan di Minahasa dan dikenal dengan sebutan Watu Pinabetengan. Hingga saat ini, peristiwa
permusyawarahan ini masih dikenal dan dijadikan sebuah monumen yang menjadi
tempat wisata favorit di wilayah Sulawesi Utara.
Dari
permusayawarahan yang dilakukan oleh golongan-golongan Minahasa tersebut,
kemudian diperoleh 9 pokok hasil dari musyawarah tersebut. Berikut adalah
beberapa pokok dari hasil musyawarah di Minahasa.
- Kepala pemerintahan dipilih dari yang tua, jujur, berani, berwibawa, kuat, dan berani maju dalam segala hal.
- Segala usaha harus selalu dimusyawarahkan bersama
- Dewan Tua-tua atau Patuosan merupakan dewan yang mengawasi jalannya pemerintahan yang dijalankan oleh Hukum Tua
- Mempertahankan kebiasaan dan adat istiadat yang sudah baik.
- Memperketat wibawa orangtua di hadapan anak-anak atau orang yang lebih muda.
- Perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki.
- Pesan para Tetua tidak boleh diremehkan.
- Pemerintahan Minahasa dipegang oleh rakyat atau Pasiowan Telu dan demokrasi pun mulai diterapkan.
- Keputusan penting dalam musyawarah tersebut ialah pembagian wilayah Minahasa menjadi 4 bagian, yaitu Tontewoh, Tombulu, Tompakewa, dan Tolour.
Selain
pokok-pokok di atas, kebudayaan yang masih dianggap baik untuk masyarakat
Minahasa masih dipegang teguh oleh para Tetua di Minahasa tersebut.
Setelah
hasil musyawarah yang diikuti oleh semua golongan di Minahasa tersebut, maka
pemerintahan pun berjalan dengan baik. Seiring dengan berjalannnya waktu,
wilayah pembagian dari Minahasa, yaitu Tontewoh, diganti menjadi Tonsea pada
1679 dan Tompewake diganti menjadi Tontemboan pada 1875.
Sejak
berjalan menjadi wilayah yang merdeka, setiap wilayah kemudian dipimpin oleh
kepala suku yang disebut dengan Tonaas. Suku Tonsea yang merupakan suku
Minahasa terbesar dipimpin oleh Tonaas Walalangi dan Tonaas Rogi. Suku Tonsea
mejadi salah satu suku yang mencakup wilayah terbesar hingga Tonsea pun menjadi
suku Minahasa yang saat ini kita kenal.
Anak Suku Tonsea
Seperti
yang sudah diketahui di atas, suku Tonsea merupakan suku Minahasa yang memiliki
keunikan dari mulai bahasa, nama marga, kebudayaan, dan lain sebagainya. Anak
suku Tonsea memiliki banyak sejarah yang menggambarkan betapa unik suku
Minahasa tersebut.
Pada
awalnya, suku ini melakukan pembangunan desanya dengan berpindah dari Niaranan
ke Kembuan. Di daerah tersebut, banyak tumbuh kayu sea yang digunakan sebagai
obat herbal dan terkenal ampuh. Dari sinilah mereka menyebut suku mereka dengan
sebutan tou un sea
atau Tonsea.
Pada
abad ke-15, Tonaas Dotulong, Tonaas Todajoh, dan Tonaas Koagou yang merupakan
pemimpin dari suku Tonsea berhasil menguasai daerah Dimembe. Akan tetapi,
keberhasilan ini tidak membuat suku ini menjadi terpecah belah. Suku ini tetap
berpegang teguh pada adat dan tradisi. Suku ini tetap memberlakukan adanya satu
walak atau anak suku Tonsea. Suku ini tetap utuh di bawah kepemimipinan Tonaas
Dotulung yang kemudian berubah nama menjadi Dotulong.
Demikianlah pembahasan
mengenai Tonsea yang dapat disampaikan. Semoga bermanfaat!
Posting Komentar